Kamis, 28 Juni 2012

PANDANGAN TOKOH ASWAJA TERHADAP REVOLUSI IRAN

PANDANGAN TOKOH-TOKOH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH TENTANG REVOLUSI ISLAM DI IRAN

PANDANGAN TOKOH-TOKOH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH TENTANG REVOLUSI ISLAM DI IRAN
Sehubungan dengan keberhasilan Revolusi Islam di Iran, pandangan para pejuang Islam di luar Syi’ah dapat pula dijadikan indicator (petunjuk) apakah kaum Syi’ah (Imamiyah) yang merupakan mayoritas besar Iran dipandang sebagai sesame saudara Muslimin oleh kaum Muslimin yang bukan Syi’ah.
Isam Al-Attar, seorang pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin yang berdomisili di Jerman, menyatakan dukungannya kepada Revolusi Islam di Iran. Bahkan sekarang ia sedang menulis buku dan menamakannya Revolusi Islam.
Hasan Al-Turabi, pemimpin Ikhwanul Muslimin di Sudan, menyokong revolusi besar di Iran dan menamakannya Revolusi Islam.
Al-Ma’rifah, majalah gerakan Islam di Tunisia, menyerukan kepada kaum Muslimin untuk membantu gerakan Islam di Iran itu.  
Rasyid AL-Ghannusyi, pemuka gerakan Islam di Tunisia, bahkan menyatakan Khomeini sebagai Imam seluruh kaum Muslimin. Karena pernyataannya itu maka Al-Ma’rifah diberangus.
Rasyid Al-Ghannusyi, dalam bukunya Al-Harakat al-islamiyyah wa al-Tahdits memandang adanya suatu pendekatan Islam yang baru, yakni sebagai yang telah dijelaskan dan diberi bentuk yang kukuh oleh Imam Hasan Al-Banna, Abul A’la Al-Maududi, Sayyid Quthub dan Imam Khomeini wakil-wakil yang paling penting dari cara pendekatan Islam pada gerakan jaman ini. (hal.16). Ia juga meramalkan bahwa keberhasilan Revolusi Islam di Iran itu akan merupakan permulaan suatu peradaban Islam yang baru. (hal.17). Di bawah subjudul Apakah yang kita maksudkan dengan Gerakan Islam? Al-Ghannusyi mengatakan: ”Yang kami maksudkan ialah pendekatan yang bersumber dari pengertian Negara Islam yang komprehensif (bersifat mampu menerima dengan baik), sesuai dengan tiga cara pendekatan (yang benar) oleh Ikhwanul Muslimin, Jama’at Islami di Pakistan, serta gerakan Imam Khomeini di Iran.” (hal.17). Ia pun mengatakan, ”Suatu operasi, yang mungkin akan merupakan suatu dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah gerakan kemerdekaan di seluruh kawasan ini, telah dimulai di Iran, yang akan membebaskan Islam dari kekuasaan pemerintah yang memperalat Islam untuk mencegah gelombang revolusi ke kawasan itu.”
Muhammad Abdurrahman Khalifah, Pemimpin Ikhwanul Muslimin di Yordania, menyerukan dukungannya kepada revolusi itu. Lebih lanjut ia sendiri berkunjung ke Iran untuk menyatakan dukungannya.
Di Mesir, majalah-majalah Al-Da’wah, Al-I’tisham, dan Al-Mukhtar berdiri di pihak revolusi di Iran itu dan menekankan watak Islamnya.
Jabir Riziq, adalah seorang wartawan Ikhwanul Muslimin terkemuka, menulis dalam al-i’tisham bahwa ”bangsa Iran ini adalah satu-satunya bangsa Muslimin yang mampu berevolusi menentang imperialisme (penjajah) dan salibis-zionis…Para tiran sedang goncang karena khawatir bahwa rakyat mereka sendiri akan berontak, menentang, dan menjungkirkan mereka sebagai yang dilakukan kaum Muslimin di Iran terhadap syah, sang agen…”
Dalam penerbitan bulan Shafar 1410 H ( Juni 1981), pada akhir suatu artikel yang ditulis sehubungan dengan peringatan hari ulang tahun kedua Revolusi Islam di Iran, Riziq melanjutkan: ”….Revolusi Iran berhasil setelah gugurnya ribuan Syuhada’, itulah revolusi terbesar dalam sejarah modern, terbesar dalam kegiatan-kegiatannya, hasil-hasilnya yang positif dan efek-efeknya yang membalikkan perhitungan-perhitungan dan mengubah kriteria-kriteria.” (hal.39).
Sehubungan dengan watak Islam dan kepemimpinan revolusi itu, organisasi internasional Ikhwanul Muslimin itu menyerukan: ”Kaum Muslimin Iran telah membebaskan diri dari penjajah Amerika Zionis melalui suatu perjuangan heroik yang menakjubkan dan satu Revolusi Islam yang membadai, yang unik di dalam sejarah umat manusia, di bawah pimpinan seorang Imam Muslim yang, tak syak lagi, merupakan kehormatan bagi Islam dan kaum Muslimin…”
Maulana Abul A’la Al-Maududi, pendiri dan pemimpin Jama’at Islami di Pakistan, mengeluarkan sebuah fatwa tentang Revolusi di Iran: ”Revolusi Khomaini adalah Revolusi Islam. Pesertanya dari kalangan umat Islam dan pemuda-pemuda yang terdidik dalam gerakan-gerakan Islam. Seluruh kaum Muslimin pada umumnya, dan gerakan-gerakan Islam pada khususnya, harus mendukung revolusi itu dan bekerja sama dengannya dalam segala-galanya.” (Majalah Al-Da’wah, Kairo, 29 Agustus 1979)
Rektor Universitas Al-Azhar dalam wawancaranya dengan koran al-Syarq al-Ausath yang diterbitkan di London dan Jeddah, 3 Februari 1979, mengatakan: ”Imam Khomeini adalah saudara kita dalam Islam. Kaum Muslimin, walaupun berbeda mazhab, adalah sesama saudara dalam Islam, dan Imam Khomeini berdiri di bawah panji yang sama dengan saya: Islam.”
Fat-hi Yakan, dalam bukunya abjadiyat al-Tathawwur al-Haraki lil Amal al Islam (ABC Pengetahuan Praktis Amal Islam), mengungkapkan persengkongkolan kolonialis dan super power dengan menegaskan: ”Ada suatu contoh yang segar tentang apa yang telah kami katakan itu, yakni pengalaman Revolusi di Iran belakangan ini. Itulah suatu contoh yang menunjukkan betapa seluruh kekuatan kufur di muka bumi telah maju serentak memerangi secara sungguh-sungguh untuk menggagalkan revolusi ini, karena revolusi itu islami dan karena ia tidak Timur dan tidak Barat.” (hal.48).
Al-Da’wah, dalam penerbitan bulan Mei 1984, mengatakan: Di dunia sekarang ini, terdapat suatu kesadaran Islam yang sedang meluas. Salah satu isyaratnya ialah Revolusi Islam di Iran yang walaupun menghadapi berbagai halangan, mampu menghancurkan imperium paling tua dan yang merupakan satu di antara rezim anti-Islam yang paling keji.” (hal.20).
Masih banyak lagi pemuka Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari berbagai negeri, seperti Dr. Kalim Shiddiqui (Direktur Muslim Institut, London dan pendiri Koran Internasional Islam, Crescen Internasional, Kanada), Hamid Algar (Seorang pemikir dan penulis Muslim terkemuka berkebangsaan Inggris), Kaukab Siddiqui (Pimpinan Jama’at Muslimin yang berpusat di Amerika Serikat, pecahan dari partai Jama’at Islamnya Maulana Maududi, Mohammad Habibullah Mahmud (Seorang jurnalis terkemuka dari Malaysia) dan banyak lagi, yang berpendapat sama. Memuatnya satu persatu, tentunya, di luar jangkauan risalah kecil ini.
Sebagai penutup, hendak kami ketengahkan ”kesaksian” seorang Kristen, tokoh Marxis berkebangsaan Arab dari Mesir yang dengan nada sumbang dan sarkastik (mengejek) menentang Khomeini dan Revolusi di Iran itu. Ghali Syukri, yang Kristen dan Marxis itu, menulis dalam Dirasat ’Arabiyah (Studi Kearaban), sebagai dikutip oleh Al-Bayadir al-Siyasi (No.2, 1 Februari 1982, halaman 3): ”Para pemikir yang dikenal sebagai berlatar belakang Marxis, hanya dalam sekejap telah berubah menjadi Muslimin yang gigih. Yang lain-lainnya, yang menurut sertifikat kelahirannya adalah orang-orang kristen, dalam sesaat telah menjadi ekstrimis-ekstrimis Muslim. Para pemikir yang menurut pendidikannya tergolong kepada Barat, tanpa cadangan sedikitpun telah berubah menjadi orang-orang Timur yang fanatik. Di bawah panji Khomeini, orang-orang Arab yang terpelajar kembali kepada lingkungan tradisi seperti domba tersesat yang kembali kepada kawannya setelah lama terasing dan terpisah.”[]
Dikutip dari Buletin Suluh, Edisi Khusus Menyambut Bulan Ramadhan, Terbitan Majlis Ilmu dan Zikir ”Al-Huda”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar